Kamis, 14 Mei 2009

Kritik RSSA

Siang itu (Selasa, 18/3) sekitar pukul 11, saya dan ketiga teman saya mengunjungi Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang untuk keperluan tugas kuliah. Kami berencana untuk meminta izin melakukan penelitian di bagian hubungan masyarakat rumah sakit tersebut. Karena keterbatasan informasi yang dimiliki, kami langsung saja menuju kantor bagian humas di lantai tiga. Di kantor tersebut kami diberi penjelasan bahwa sebelumnya kami harus minta izin di bagian umum terlebih dahulu. Setelah itu, kami segera ke kantor bagian umum dan jawaban yang diberikan petugas tidak seperti yang kami harapkan. Menurut petugas tersebut, kami harus ke bagian diklit untuk memproses izin penelitian. Walaupun sedikit jengkel, kami pun pergi ke kantor diklit yang untungnya tidak jauh dari kantor bagian umum. Setibanya di kantor diklit, kami menjumpai ruangan yang lengang, hanya ada dua petugas yang sedang mengobrol (yang kebetulan keduanya wanita). Kami pun segera menghampiri kedua wanita tersebut dan apa yang terjadi kemudian sungguh di luar perkiraan kami. Salah satu petugas tersebut dengan nada yang tidak ramah menyuruh kami menunggu, padahal kami belum sepatah kata pun menjelaskan maksud kedatangan kami, dan mereka pun melanjutkan obrolan yang, maaf, cenderung bersifat pribadi. Kami pun menunggu di dalam ruangan tersebut dengan perasaan jengkel. Namun, tiba-tiba wanita yang satunya lagi mengusir kami dan menyuruh menunggu di luar ruangan, seolah tidak ingin pembicaraannya didengar. Cukup lama kami menunggu di luar tapi mereka tak kunjung menyudahi obrolan tersebut. Sampai akhirnya telepon berdering, baru obrolan mereka berhenti dan kami dipanggil, karena salah satu dari mereka harus menjawab telepon tersebut. Setelah kami mengutarakan maksud kedatangan kami, kami hanya diberi tahu untuk menyertakan proposal penelitian dan kembali lagi keesokan harinya, itupun dengan nada yang terburu-buru, mungkin supaya kami cepat pergi dan mereka bisa melanjutkan mengobrol.

Apakah ini yang disebut melayani publik? Seharusnya, pegawai yang baik akan mengutamakan kepentingan umum dan melayani dengan ramah, bukannya mementingkan obrolan pribadi dan bersikap ketus. Apabila kinerja pekerja seperti ini, bagaimana bisa suatu lembaga bisa bersikap profesional, apalagi ini berkaitan dengan lembaga negara yang katanya ingin melayani masyarakat. Indikator citra lembaga salah satunya bisa dilihat dari kinerja para pekerjanya. Nah, bila pegawai lembaga bersikap seperti di atas, maka tentunya masyarakat bisa menyimpulkan seperti apa kinerja dan produktivitas lembaga yang bersangkutan. Maka tidak salah, jika masyarakat umum menilai bahwa sebagain besar PNS hanya menuntut hak-haknya tanpa disertai peningkatan kinerja, khususnya yang bergerak di bidang public service. Hal ini juga berdampak pada citra keseluruhan PNS yang dianggap kurang memiliki tanggung jawab, padahal sebenarnya ada sebagian dari mereka yang benar-benar berdedikasi pada pekerjaannya. Semoga dengan kejadian ini semua pihak yang berhubungan dengan pelayanan publik menjadi lebih sadar untuk memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin demi kepetingan bersama. Apalah artinya fisik gedung yang megah dan title lembaga ternama jika tidak diiringi dengan kinerja dan produktivitas pegawai yang baik. Terima kasih.

1 komentar:

Nur Azizah mengatakan...

hai,,
punya nomer teleponnya bagian diklit RSSA ndak? aq juga mau penelitian d sna.